Rabu, 12 Mei 2010

PENTINGNYA KEBIJAKAN PENGENDALIAN DAMPAK TEMBAKAU SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA REFORMASI BIDANG KESEHATAN DAN HAK AZASI MANUSIA UNTUK GENERASI MUDA INDONESIA YANG SEHAT DAN BERKUALITAS

Victor Subiakto Puja

Epidemiologi’05/Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan/Universitas Respati Indonesia Jakarta


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau yang berada diantara benua Asia dan Australia serta Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang dilintasi garis Khatulistiwa sehingga secara iklim dikategorikan sebagai Negara yang beriklim tropis. Letak geografis antara kepulauan serta dua samudra, oleh karena itu disebut sebagai nusantara (kepulauan antara). Indonesia menempati peringkat ke-empat didunia dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, dikenal sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia yang merdeka pada tahun 17 Agustus 1945, merupakan satu-satunya Negara di Asia Pasifik yang kemerdekaannya diraih oleh perjuangan baik secara diplomatik maupun perlawanan senjata.

Sebagai Negara yang multikultural yang terdiri dari berbagai suku bahasa dan agama yang berbeda namun dengan semboyan nasional “Bhineka tunggal ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu) keanekaragaman tersebut membentuk Negara dan menjadikannya sebagai bangsa yang paling kompleks namun kaya akan khasanah budaya, bangsa Indonesia memiliki wilayah dan bentang alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, dan telah tumbuh menjadi bangsa yang berkembang semenjak terbentuk menjadi sebuah Negara yang berdaulat dan demokratis. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik-presidensial artinya sistem kekuasaan yang terbentuk adalah “Trias politika” yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. MPR atau majelis permusyawaratan rakyat pernah menjadi lembaga tertinggi negara (unikameral) namun setelah adanya amandemen ke-4, MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak 2004 menjelma menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat dari partai politik, ditambah 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai wakil independent.

Sistem pemerintahan kabinet presidensial dibawah kekuasaan tertinggi Presiden dan kabinet yang telah dibentuk oleh berbagai pertimbangan dan haknya, sedangkan Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

Bangsa Indonesia telah mengalami banyak perkembangan terutama setelah bergulirnya masa reformasi yang turut serta memberikan perubahan secara ekonomi, sistem pemerintahan, demokrasi dan perhatian terhadap hak azasi manusia dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan berbagai tatanan hidup dan pembangunan manusia serta bangsa yang seutuhnya. Seiring dengan upaya mencapai tujuan dari cita-cita reformasi, Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, sparatis, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat serta pembangunan kesehatan yang belum merata dan belum optimal.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. WHO (1948) telah mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik sosial dan mental dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. “Seseorang dikatakan sehat jika ia memiliki kondisi fisik (badan atau jasmani) yang sempurna, secara sosialdapat berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar serta tidak sedang dikucilkan. Selain itu orang tersebut juga dapat berfikir secara sehat dan tidak mengalami gangguan mental atau kejiwaan”.

Dalam Undang–undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, definisi kesehatan telah dilengkapi menjadi : “Suatu keadaan sempurna baik sosial dan mental dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial”. Sedangkan kesehatan :

“Kesehatan masyarakat (Winslow), 1928. Mendefinisikan bahwa kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni yang bertujuan mencegah timbulnya penyakit, memperpanjang masa hidup dan mempertinggi nilai kesehatan dengan jalan menimbulkan, menyatukan, menyalurkan dan mengkordinir usaha-usaha di dalam masyarakat kearah terlaksanannya usaha-usaha : memperbaiki kesehatan lingkungan, mencegah dan memberantas penyakit-penyakit yang merajaleladalam masyarakat, mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan, mengkoordinir tenaga –tenaga kesehatan agar dapat melakukan pengobatan dan perawatan dengan sebaik-baiknya, memperkembangkan usaha-usaha masyarakat agar mereka dapat mencapai tingkatan hidup yang setinggi-tingginya sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatannya”

Expose keberhasilan pemerintah terkait pembangunan kesehatan yang dihasilkan oleh adanya berbagai laporan tentang profil kesehatan belum sepenuhnya dapat menyelesaikan permasalahan beban ganda penyakit di Indonesia yang amat kompleks, termasuk masalah konsumsi tembakau. Kebiasaan merokok yang mewabah diseluruh dunia juga ditemukan tinggi dan terus meningkat terutama pada pria sosio-ekonomi rendah didaerah pedesaan (Jamal, 2006 dikutip dari Nasrin Kodim, 2007). Bahkan, World Health Organization (WHO) dalam buku panduan strategi pengendalian bahaya tembakau (MPOWER) menjelaskan bahwa kematian akibat tembakau diseluruh dunia amat mengejutkan, terdapat 1 kematian tiap 6 detik 5,4 juta jiwa pada tahun 2005, 100 juta selama abad ke-20 jika dibiarkan 8 juta jiwa pada tahun 2030 dan 1 milyar jiwa selama abad ke 21 (WHO, 2008). Walaupun Berbagai data dan fakta menjelaskan bahwa dampak dari tembakau khususnya rokok sangat merugikan bagi kesehatan tubuh manusia, karena dapat menimbulkan penyakit seperti kanker paru, jantung dan berbagai penyakit berbahaya lainnya (TCSC IAKMI, 2007). Namun Konsumsi tembakau di Indonesia belum dikendalikan secara optimal.

Lalu apa sebenarnya yang terkandung dalam tembakau yang saat ini menjadi kontroversi di Indonesia, tembakau adalah daun tanaman yang dibakar untuk dihirup asapnya atau dikunyah atau dihirup aromannya/diinhalasi, daun tembakau olahan mengandung 2550 bahan kimia, sedangkan asap tembakau mengandung 4000 zat kimia, 43 diantaranya beracun, seperti :nikotin (pestisida), carbon monoksid (gas beracun), tar (bahan pelapis aspal), arsen (racun semut putih), ammonia (pembersih lantai), DDT (insektisida), hydrogen sianida (gas racun), cadminium (batu baterai), formalin bahan pengawet mayat dan sejumlah zat radioaktif (Manual on Tobacco Control In Scholl, WHO SEARO, 2006). Selain itu Ketergantungan terhadap rokok disinyalir disebabkan oleh zat adiksi (nikotin) yang terkandung pada asap yang keluar saat rokok dibakar atau dikonsumsi (Ahsan Abdilah, 2008). Selain berdampak terhadap kesehatan yang menimbulkan peningkatan angka mortalitas di suatu negara, menurut John Modeley, Big Bussines Poor People (Zed Booles, 1999) juga mengemukakan bahwa tembakau berdampak terhadap kemiskinan, pada individu dan keluarga : hal tersebut disebabkan karena perokok miskin lebih banyak, sekitar 10 % dana rumah tangga untuk perokok, jumlah penderita penyakit akibat konsumsi rokok meningkatkan biaya pengobatan penyakit, memperburuk mal nutrisi, mengurangi akses terhadap pendidikan, sedangkan pada negara, beban biaya kesakitan dan kematian, degradasi lingkungan, bahaya kebakaran, selain individu dan negara, risiko dapat terjadi pada petani tembakau, diantaranya : risiko memperoleh Green Tobacco Sickness, gangguan kesehatan petani akibat pestisida, lingkaran hutang terkait tanaman tembakau, kredit petani akan bibit, pupuk dan pestisida, terpaksa menjual dengan harga rendah atau harga yang ditentukan pabrik rokok dan kreditur, kualitas daun tembakau ditentukan oleh pabrik bukan oleh petaninya, sedangkan terhadap lingkungan hidup :Degradasi lingkungan terhadap tembakau;kayu bakar yang mengolah tembakau,deforestasi 200.000 hektar/tahun untuk pertanian tembakau, keracunan pestisida pada manusia, air dan tanah, degradasi tanah menuntut tambahan pupuk yang bisa juga jadi polutan, kerugian lain yang dapat menjadi sebuah risiko besar adalah kerugian akibat api rokok, 1 juta kebakaran/ tahun akibat api rokok, membunuh sekitar 300.000 orang/tahun.

Dari sektor ekonomi negara biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi tembakau sangatlah besar, hal tersebut dapat dilihat dari biaya akibat konsumsi tembakau tahun 2001 diperkirakan sebesar Rp. 127,7 triliun meliputi biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli rokok dan biaya pengobatan dan biaya tidak langsung akibat hilangnya produktivitas karena kematian, sakit dan kecacatan. Jumlah ini adalah 7 kali lipat penerimaan cukai pada tahun yang sama yang besarnya Rp. 16, 5 Triliun (TCSC IAKMI, 2007). Konsumsi Pada tahun 2005, jumlah kematian pada 3 kelompok penyakit utama kanker, penyakit jantung pembuluh darah dan penyakit pernapasan kronik obstruktif diperkirakan sebesar 400.000 orang dan menyebabkan kerugian total sebanyak Rp. 167 Triliun yang berasal dari biaya langsung dan tidak langsung 5 kali lipat pendapatan pemerintah dan bea cukai tembakau tahun yang sama sebesar Rp. 37 Triliun (TCSC IAKMI, 2007).

Indonesia sampai saat ini merupakan satu-satunya Negara di asia pasifik yang belum menandatangani Framework Convention Tobacco Control (FCTC) sebuah traktat internasional yang didalamnya terdapat upaya pengendalian bahaya tembakau. Walaupun pemerintah Indonesia berperan aktif dalam forum internasional inter-Govermental Negoatiating Body di Geneva. Namun Indonesia Mengingkari komitmennya dengan tidak meratifikasi FCTC (TCSC IAKMI 2007). Pengendalian dampak konsumsi tembakau memiliki prioritas rendah dalam agenda kesehatan masyarakat Indonesia melalui hak inisiatif anggota dewan yang disiapkan atas prakarsa IFPPD (Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan) bekerjasama dengan tim penyusun undang-undang DPR-RI bahwa PP 19/2003 melarang orang merokok ditempat umum, tempat kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan, tempat ibadah, tempat bermain anak dan kendaraan umum. Fakta yang terungkap jelas bahwa disinyalir adanya eksploitasi dari pihak industri kepada masyarakat dan menjadikannya korban konsumsi rokok, kebijakan pemerintah belum sepenuhnya dapat sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Dari hasil pemantauan aktivis industri rokok di Indonesia periode Januari-Oktober 2007 yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA), industri rokok menggunakan semua jenis iklan langsung untuk mengiklankan produknya dengan memanfaatkan beragam media baik luar maupun media cetak dan elektronik (KOMNAS Perlindungan Anak, 2007).

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah Tuhan semesta alam yang Maha Esa, kitab suci tersebut menjadi pegangan umat muslim (islam) diseluruh dunia, diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W, kurang lebih 1400 tahun yang lalu. Mengingat isi dan kandungannya sangat terjaga kemurniannya. Telah ditemukan surat yang terkandung dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa :

“Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amala shaleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-Asri).

Sedangkan adanya pernyataan Rasulullah yang diriwayatkan dalam Riwayat Bukhari Muslim yang menyatakan bahwa :

“Barang siapa yang menghirup racun hingga mati, maka racun itu akan berada di tangannya lalu dihirupkan selama-lamanya dineraka jahannam” (Riwayat Bukhari Muslim).

Sedangkan kenyataan dalam kandungan Al-Qur’an Menyatakan bahwa :

“Katakanlah: Hanyalah Rabbku mengharamkan perbuatan yang keji baik yang nampak.maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (QS.7:33)

Ketiga Pernyataan yang terangkum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis diperkuat dengan adanya pernyataan Syekh Muhammad Bin Ibrahim dalam bukunya “Fi Hukmi Syurbid Dukham” dalam masalah hukum (haramnya) menghisap rokok beliau menyatakan ”Tidak diragukan lagi tentang keburukan merokok dan baunya yang tidak sedap, yang juga kadang-kadang membuat si perokok mabuk karenannya karena melemahkan tubuhnya”.

Di Indonesia telah terbit suatu fatwa tentang haramnya rokok yang banyak menghadirkan kontroversi di berbagai kalangan masyarakat Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haram rokok bagi anak-anak, pelajar, dan remaja, telah mendapat reaksi dari sejumlah pihak, terutama dari kalangan yang memiliki kepentingan langsung secara ekonomis dengan bisnis rokok, seperti pengusaha rokok dan petani tembakau. Bahkan Ismatillah A’Nuad (2009) menjelaskan perdebatan tentang fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI melalui artikelnya, yang menyatakan :

“Dalam kitab klasik, Bughiyatul Mustarsyidin, seorang ulama klasik Islam pernah menulis asal muasal tembakau yang kemudian dijadikan bahan utama rokok. Dikisahkan, tembakau adalah sebuah tumbuhan yang muncul atau dipicu dari air seninya setan. Menurut hemat penulis, kisah itu sebuah mitos yang sengaja diciptakan. Hampir mirip dengan mitos-mitos Yunani atau kaum Greek. Dalam arti bukan kisah sungguhan, tapi hanya sekadar untuk menjelaskan duduk perkara suatu masalah bahwa tembakau atau rokok itu berbahaya dan dapat menjerumuskan manusia mengikuti langkah-langkah setan. Jika ulama klasik saja sudah menengarai bahaya tembakau atau rokok, tak ada alasan lagi bagi pihak-pihak tertentu yang tidak mendukung fatwa MUI, terlebih mereka para ulama Namun, fatwa MUI didukung sepenuhnya oleh Komisi Perlindungan Anak dan Departemen Kesehatan serta elemen masyarakat yang pro terhadap kesehatan dan generasi muda. Seperti fatwa-fatwa MUI lainnya, fatwa rokok juga menyulut polemik dan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, fatwa rokok memang penting dikeluarkan, mengingat sudah menjadi isu global, sama halnya dengan isu perubahan iklim (climate change). Pada umumnya, kesadaran masyarakat ndonesia atau kaum Muslim khususnya tentang kepedulian akan kesehatan dan lingkungan hidup sangatlah minim. Padahal, dampak bahaya dari rokok sudah secara zahir diketahui oleh kaum awam sekalipun. Selain merusak kesehatan, seperti penyakit jantung, stroke, dan sebagainya; rokok juga berpengaruh terhadap kesehatan janin yang asapnya terhirup ibu-ibu hamil. Yang lebih berbahaya lagi, rokok adalah pintu gerbang menuju narkoba dan kemaksiatan lainnya”

MUI sebagai lembaga yang menaungi banyak orang dan dianggap tepat untuk mengeluarkan fatwa haram rokok. Hal ini untuk mengurangi kesenjangan anak dan industri rokok sebab banyaknya anak yang merokok tidak saja sebagai korban, tetapi menjadi calon pelanggan tetap di masa depan. Saat ini, industri rokok justru semakin gencar mengeluarkan iklan dan promosi rokok. Tujuannya untuk menjaring anak menjadi penerus bagi generasi yang sudah tua dan berhenti merokok. Pemerintah juga sepatutnya menaikkan cukai tembakau. Hal ini untuk meminimalisasikan anak agar tidak mampu menjangkau harga rokok dan sebagai upaya perlindungan terhadap generasi muda Indonesia. (Sumber: Harian Republika, Sabtu 7 Februari 2009). Sedangkan Fatwa yang lebih terperinci adalah fatwa haram tentang konsumsi rokok yang telah diterbitkan oleh PP Muhammadiyah yaitu Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah No.6/SM/MTT/III/2010 tentang “Hukum Merokok

Semua PP yang pernah ada membolehkan iklan dimedia cetak maupun di media luar ruangan, sementara PP 19/2003 mengizinkan penayangan iklan rokok di media elektronik dari jam 21.30-05.00 WIB. Batasan ini terbukti tidak efektif dalam membatasi periklanan rokok di Indonesia, justru hanya membuat iklan rokok semakin kreatif (TCSC IAKMI, 2007).

Dokumen internal industri rokok multinasional Philip Morris yang juga pemilik terbesar PT. HM. Sampoerna mengungkap bahwa “Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok…, pola merokok remaja penting bagi Philips Morris”. Pernyataan yang terungkap dalam dokumen tersebut membuktikan bahwa adanya upaya untuk menjerumuskan generasi muda kedalam jeratan rokok padahal semestinya genersi muda yang dikatakan “agent of change” dapat diselamatkan dengan adanya pengendalian dampak konsumsi tembakau. Kondisi yang terangkum menggambarkan bahwa pengendalian tembakau di Indonesia belum efektif hal tersebut ditenggarai oleh kurangnya komitmen pemerintah Indonesia dan lemahnya penggunaan evidens epidemi tembakau sebagai bahan dalam penyusunan kebijakan pengendalian tembakau. Kurangnya perhatian terhadap dampak konsumsi tembakau berpotensi menimbulkan petaka kesehatan masyarakat, seperti peningkatan jumlah kesakitan, kematian di masa yang akan datang. Jumlah kesakitan yang meningkat akan mempengaruhi beban atau biaya orang sakit. Selain itu risiko masyarakat yang menjadi perokok aktif akan menjadi lebih banyak dari sebelumnya, kondisi tersebut membuktikan adanya beban ganda penyakit yang seharusnya sudah bisa diantisipasi dengan adanya kebijakan pengendalian dampak tembakau yang efektif sehingga diharapkan dengan adannya kebijakan tersebut pemerintah Indonesia dengan dukungan partisipasi masyarakat dapat menyelamatkan individu maupun kelompok dengan informasi dan kebijakan yang dapat jelas dan efektif utamanya untuk generasi muda yang dianggap sebagai kelompok yang rentan menjadi sasaran jeratan industri rokok agar menjadi perokok aktif. Sehingga harapan generasi muda Indonesia yang sehat dan berkualitas dapat terwujud yang pada akhirnya derajat kesehatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia meningkat menjadi lebih baik dan siap menjadi bangsa yang terkemuka di dunia.

Adapun rekomendasi kebijakan pengendalian dampak tembakau yang perlu dijadikan sebagai bahan masukan dalam agenda reformasi kesehatan dan prolegnas adalah :

1) Peraturan mengenai pengendalian Tembakau

2) Larangan Iklan, promosi dan sponsor rokok

3) Kemasan dan pelabelan :peringatan Kesehatan dan pesan menyesatkan

4) Perlindungan terhadap asap rokok orang lain Kebijakan harga dan Cukai Tembakau pendidikan kesehatan Program Berhenti Merokok

5) Pelibatan Organisasi dan stake holder baik pemerintah maupun LSM dalam bidang pengendalian bahaya tembakau, peningkatan harga rokok

Referensi :

A, Kusnindar. Investigasi Wabah. Diktat Kuliah Investigasi Wabah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia : Jakarta, 2007.

Ahsan Abdilah, et al. Dampak Tembakau dan Pengendaliannya di Indonesia:Lembar Fakta Untuk Masukan Kebijakan.Jakarta : Hasil Kerjasama World Health Organization Indonesia dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2009.

Alwi Usman. Merokok Haram !!. Jakarta : Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok, 2002.

Azwar, Azrul. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara. Grogol : Jakarta Barat, 1988.

Budiarto, Eko dan Anggraeni Dewi. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2001.

Bustam, M, N. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta : Jakarta, 2006.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP). Departemen Kesehehatan Republik Indonesia : Jakarta, 2003.

Gordis, Leon. Epidemiology. Professor of Epidemiology John Hopkins School of Hygiene and Public Health. Professor of Pediatrics John Hopkinns School of Medicine Baltimore, Maryland : U.S.A, 1996.

Gunarsa D Singgih. Psikologi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulya, 2003.

Kodim Nasrin. Mencegah dan Mengendalikan Petaka Kesehatan Masyarakat Dengan Siklus Kebijakan yang Berbassis Evidens Epidemiologi. Jakarta : Universitas Indonesia-Press, 2007.

Morthon, F, Richard and Hebel, J, Richard. A Study Guide to Epidemiology and Biostatistic. University Park Press : U.S.A, 1986.

Mulyana E. Kurikulum Berbassis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006.

Notoadmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta, 2005.

Notoadmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta :Jakarta, 1996.

Partanto A Pius. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya :Arkola,1994.

Timreck, T.C. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Professor of Public Health and Health Care Administration Departement of Health Science and Human Ecology California State Univercity, San Bernardino 1998. Diterjemahkan oleh Palupi Widyastuti-Ed.2-Jakarta : EGC, 2004